Hujan yang terbilang awet melanda Ketapang sore itu, sementara di beberapa kawasan mulai terlihat genangan air apalagi waktu itu bersamaan dengan pasang laut. Kondisi itu cukup menghambat aktivitas warga. Namun di sebuah kawasan tepatnya di gang Sukajadi Dalam terlihat aktivitas yang sedikit berbeda. Di sebuah Gedung dua lantai yang biasanya sepi, diramaikan dengan kedatangan para anggota Jurnalis Warga Kayong Solidaritas.
Hari itu Rabu bertepatan dengan peringatan hari pahlawan yakni 10 November 2021, berlangsung kegiatan Workshop Gender Mainstreaming in Media yang dilaksanakan oleh JWKS. Kegiatan ini sendiri diprakarsai oleh Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), sebuah lembaga nir laba yang berdomisili di Jakarta dan memiliki concern di bidang peningkatan kapasitas pekerja media di Indonesia.
Tepat pukul lima sore kegiatan yang dihadiri oleh 15 orang anggota komunitas JWKS ini pun dimulai. VD. Irwin yang sore itu menjadi fasilitator mengawali dengan melakukan Ice Breaker menngenai beda seks dan gender. Peserta pun diajak berpikir untuk membedakan fungsi manusia yang masuk kategori seks dan lebih kodrati serta mana yang menjadi fungsi sebagai gender.
“Menyusui itu kodrati, memasak itu gender”, seru Angela salah satu peserta yang belatar belakang pelajar itu sambil menempelkan kertas warna-warni di media yang telah disiapkan.
Dari materi itu peserta pun diajak melihat study case tentang potret isu gender di media. “Tak jarang, dari judul saja kita jumpai pernyataan yang tak sensitive gender misalnya pada kasus kekerasan seksual, pemilihan judul kadang-kadang semakin melukai kondisi psikis korban dan keluarganya”, papar Irwin kembali.
Dari materi pengantar, materi berlanjut ke kiat menulis yang memiliki kepekaan dan keberpihakan pada gender. Sebagai narasumber sendiri adalah Fransiskus Alkap Pasti seorang penulis, penggiat literacy dan petinggi salah satu BUMD di Ketapang.
Ia memaparkan bagaimana kekuatan tulisan dapat memilik dampak yang positif maupun negative bagi pembacanya serta tentu berimplikasi ke hal yang lebih luas. “Nah bagaimana kita penggiat media komunitas juga memiliki sensitivitas tentang isu gender, bagaimana hal ini bisa kita tampilkan dengan perspektif gender mainstreaming sehingga dapat berdampak dan berimplikasi pada pengakuan, kesetaraan, kesempatan dan konstruksi sosial yang baik”, terangnya dalam sesi presentasi.
Berikutnya peserta pun diajak melakukan studi kasus dari beberapa contoh tulisan dari narasumber dengan menggunakan perspektif gender.
“Bagaimana dari penampakan visual pada gambar yang biasa-biasa saja bisa dilengkapi dengan isi tulisan yang memiliki perspektif gender”, ulas Alkap Pasti disela-sela diskusi.
Petrus Dedek yang juga salah satu peserta mengungkapkan pendapatnya tentang studi kasus yang ditampilkan. “Pekerja jurnalis memang harus memiliki pemahaman tentang gender, dan itu berpengaruh pada angle yang ia tampilkan dalam produk yang ia tulis”, ujar pria yang hobi mincing ini.
Tak terasa tiga jam berlalu tanpa terasa dalam kegiatan itu. Angin November yang berpadu hujan rintik tak sanggup mendinginkan suasana hangat workshop itu. Akhirnya kegiatan pun selesai, peserta pun beranjak pulang. Namun hari itu mereka tidak pulang dengan cuma-cuma, karena mereka telah mendapat bekal pengetahuan dan ketrampilan gender mainstreaming untuk diimplementasikan dalam karya-karya mereka.